Kapan Lingkungan Kerja Kita Terbebas dari Kekerasan Seksual? Featured

Written by  Syaima Sabine F Tuesday, 03 January 2023 10:00

Sepanjang 2021, Komnas Perempuan mencatat 108 kasus kekerasan di lingkungan kerja yang meliputi pelanggaran hak-hak dasar, seperti hak perlindungan kerja yang layak dan hak bebas dan diskriminasi serta kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Adapun kasus serupa dapat terjadi di lingkungan kerja swasta maupun pemerintahan, baik pada korban perempuan ataupun laki-laki. Deretan kasus kekerasan seksual di lingkungan kerja tersebut mencerminkan bahwa lingkungan kerja masih jauh untuk disebut sebagai ruang aman.

Salah satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kerja tampak pada kasus  kasus perkosaan terhadap pegawai honorer Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). Kasus ini terjadi pada 2019 dan dibuka kembali pada Oktober 2022. Kasus ini menuai banyak kritik terkait dengan tindakan aparat penegak hukum yang terlibat karena menutup kasus tersebut (SP III) dengan alasan sudah diselesaikan secara damai lewat restorative justice.

Hal tersebut menunjukkan peliknya penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kerja. Dinamika lain yang dialami oleh korban kekerasan seksual di tempat kerja di antaranya adalah mengenai pelaporan kasus. Seringkali korban kekerasan seksual di lingkungan kerja perlu berpikir ulang untuk melaporkan kasusnya karena situasinya berkaitan dengan keamanan kerja dan sumber pendapatan, sebagaimana dijelaskan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati (Kompas.com, 2021). Situasi demikian bahkan juga dialami oleh saksi yang mendapati kasus kekerasan di tempat kerjanya. Pada gilirannya, kondisi tersebut meyebabkan rendahkan laporan kekerasan seksual di tempat kerja.

Adapun kekerasan kekerasan seksual di lingkungan kerja sendiri dapat didefinisikan sebagai tindakan kekerasan berorientasi seksual yang ditujukan kepada objek sasaran yang disertakan ke dalam persyaratan kerja, atau ketika perilaku yang sedemikian menciptakan lingkungan kerja yang tidak ramah atau tidak layak (Better Work Indonesia, 2012).

Bentuk kekerasan tersebut dapat berupa perilaku verbal atau fisik atau gerak tubuh yang berorientasi seksual, permintaan layanan seksual, atau perilaku lain yang berorientasi seksual yang membuat objek sasaran merasa terhina, tersinggung, dan/atau terintimidasi.

Bentuk-bentuk lain kekerasan di tempat kerja juga dipaparkan oleh MacKinnon yang mengklasifikasikannya ke dalam dua bentuk, yaitu tipe quid pro quo dan hostile environment (Kurnianingsih, 2003). Tipe quid pro quo (istilah yang berarti ‘ini untuk itu’) didefinisikan sebagai tindakan seksual yang dilakukan secara tegas atau implisit sebagai suatu syarat hubungan kerja, termasuk sebagai dasar dibuatnya keputusan dalam hubungan kerja yang mempengaruhi individu, di mana perempuan harus menerima secara seksual atau kehilangan keuntungan pekerjaan. Sementara tipe hostile environment (lingkungan yang tidak ramah) berkaitan dengan kondisi tempat kerja, yang merupakan pelecehan seksual yang efektif (untuk dilakukan) karena status pekerja perempuan berada dalam keadaan tertekan, membutuhkan uang dan terintimidasi 

Adapun tempat kerja di sini tidak hanya yang mencakup tempat fisik di mana pekerjaan dilakukan selama jam kerja sehari-hari, seperti kantor atau pabrik. Tempat kerja juga dapat berupa semua lokasi di mana urusan yang berhubungan dengan pekerjaan dilaksanakan sebagai hasil dari tanggung jawab yang timbul sehubungan dengan adanya ikatan hubungan kerja. Antara lain di lokasi-lokasi seperti fungsi-fungsi sosial, konferensi, sesi pelatihan, perjalanan bisnis resmi, santap siang dan santap malam, berbagai kampanye yang diselenggarakan untuk para klien atau mitra, percakapan telepon dan komunikasi melalui media elektronik yang ada hubungannya dengan pekerjaan.

Menurut Psikolog Maria Puspita, setidaknya terdapat tiga hal yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja (Fernanda, 2021).

Pertama, relasi kuasa. Kekerasan seksual di tempat kerja acapkali melibatkan penyalahgunaan kekuasaan di mana objek sasaran dapat mengalami kesulitan dalam mempertahankan dirinya. Pelecehan di tempat kerja adalah tindakan ofensif yang tidak diinginkan, berulang, atau tidak masuk akal, yang ditujukan pada seorang pekerja atau sekelompok pekerja yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pelaksanaan pekerjaan atau menyebabkan pekerja tersebut merasa bahwa ia bekerja di lingkungan kerja yang tidak ramah. Hal ini juga dapat menyebabkan timbulnya resiko kesehatan dan keselamatan terhadap pekerja yang bersangkutan.

Kedua, ketimpangan gender. Lingkungan kerja yang didominasi oleh salah satu gender berpotensi mendorong kekerasan seksual terjadi pada gender lainnya sebagai pihak yang tidak berdaya karena tidak didukung oleh sistem, nilai, dan norma yang umum berlaku di masyarakat.

Ketiga, tidak ada konsekuensi signifikan bagi pelaku. Penanganan kasus kekerasan seksual di tempat kerja kerap tidak tuntas atau bahkan tidak ditindaklanjuti. Hal ini juga berkaitan dengan sikap perusahaan berikut aparat penegak hukum dalam merespons kasus kekerasan seksual di tempat kerja.

Adapun pokok permasalahan penting yang membuka potensi terjadinya kasus kekerasan di lingkungan kerja dan berulang adalah sikap perusahaan yang tidak memandang kasus kekerasan seksual di tempat kerja sebagai tindak kriminal pelanggaran HAM yang tidak lepas dari sistem kerja, tetapi memandangnya sebagai permasalahan individu sehingga harus diselesaikan sendiri di luar tempat kerja.

Pasalnya, terjadinya kasus kekerasan seksual berikut pencegahan dan penanganannya berkaitan dengan integrasi mekanisme internal perusahaan atau SOP kebijakan yang berperan menanamkan pengetahuan dan kesadaran pekerja maupun serikat pekerja tentang kekerasan seksual di tempat kerja.

Realitasnya, kekerasan seksual tidak sekadar menimbulkan dampak psikis dan fisik, tetapi juga secara ekonomi karena menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang merugikan para karyawan, baik secara individual, para kolega, dan perusahaan.

Dengan demikiant, kasus kekerasan seksual di tempat kerja menuntut peran aktif perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi setiap orang. Adapun International Labor Organization menegaskan bahwa setiap badan usaha seharusnya memiliki kebijakan yang tegas menyatakan bahwa pelecehan seksual adalah perilaku yang tidak bisa diterima. Kebijakan ini akan mendorong terciptanya lingkungan kerja yang efektif, produktif, dan sehat. Kebijakan demikian pada gilirannya akan membebaskan lingkungan kerja dari kasus kekerasan seksual.

Sumber:

Catahu Komnas Perempuan 2022. (2022). Bayang-Bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan. Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Dhewy, A. (2022). Kekerasan Seksual Pegawai Kementerian: Korban Diperkosa dan Dipaksa Menikahi Pelaku. Artikel Konde.co. Diakses dari: https://www.konde.co/2022/10/kekerasan-seksual-pegawai-kementerian-korban-diperkosa-dan-dipaksa-menikahi-pelaku.html/

 

Fernanda, E. (2021). Menurut Psikolog, Ini Bentuk dan Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Artikel Parapuan.co. Diakses dari: https://www.parapuan.co/read/532811773/menurut-psikolog-ini-bentuk-dan-penyebab-terjadinya-pelecehan-seksual-di-tempat-kerja?page=all 

 

Kurnianingsih, Sri. (2003). Pelecehan Seksual terhadap Perempuan di Tempat Kerja. Buletin Psikologi, 11(2), 116-129

 

Pedoman Pencegahan Pelecehan di Tempat Kerja oleh Organisasi Perburuhan Internasional dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2011). Diakses dari: https://betterwork.org/wp-content/uploads/2017/09/Pedoman-Pencegahan-Pelecehan_Seksual-wcms_171328.pdf 

 

Pedoman Pencegahan Pelecehan di Tempat Kerja: Pedoman untuk Perusahaan” oleh Better Work Indonesia (2012). Diakses melalui: https://toolsfortransformation.net/indonesia/wp-content/uploads/2017/05/Guidelines-on-the-Prevention-of-Workplace-Harassment_IND-3.pdf 

 

Purnamasari, D. M. (2021). Penyebab Rendahnya Laporan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja Terkait Sumber Pendapatan. Artikel Kompas.com. Diakses dari: https://nasional.kompas.com/read/2021/07/01/16004151/penyebab-rendahnya-laporan-kekerasan-dan-pelecehan-di-tempat-kerja-terkait

Read 7932 times Last modified on Friday, 28 July 2023 22:37
46736341
Today
This Week
This Month
Last Month
All
8034
83470
244708
343878
46736341