Pola Asuh Adil Gender, Siapa Takut?  Featured

Written by  Monday, 24 July 2023 16:43

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang ditemui dan diketahui oleh anak-anak. Sehingga kedudukan keluarga dalam tumbuh kembang anak sangat dominan, baik perkembangan secara fisik maupun psikologis. Keluarga juga merupakan subsistem utama dari masyarakat yang memiliki struktur sosial dan sistem sendiri. Sebagai subsistem dari masyarakat, keluarga pun memiliki fungsi strategis dalam menanamkan nilai-nilai yang saling mengasihi, saling membantu, dan saling berbagi. Dengan peran ini, keluarga bisa menjadi pintu utama untuk menanamkan nilai-nilai adil gender pada anak-anak. 

Hal itulah yang mempengaruhi pola asuh orang tua yang seringkali masih berusaha memenuhi ekspektasi sosial hingga dengan mudah memberikan label pada seorang anak yang sedang tumbuh. Misalnya, ketika anak perempuan bermain bola atau bermain layang-layang dan anak laki-laki bermain lompat tali atau masak-masakan, seringkali direspons dengan raut heran dan mengecewakan. Sebab anak perempuan tampak maskulin dan anak laki-laki tampak feminin. Padahal, permainan anak tidak memiliki gender. 

Respons tersebut tentu tidak muncul begitu saja. Namun, ada konstruksi sosial yang telah hidup berabad-abad lamanya. Konstruksi sosial ini telah terjebak dalam ideologi maskulinitas negatif yang mensyaratkan orang lain sebagai objek, sehingga pantas untuk ditindas, dirampas haknya, dialineasi, sampai dengan dimiskinkan. Ideologi ini menuntut orang tua untuk mendidik anak perempuan sebagai individu yang penurut, pemalu, tidak boleh banyak bicara, penuh kasih, dan anak laki-laki sebagai individu yang berani, kuat, sampai dengan tidak boleh mengekspresikan kesedihan. 

Hari ini, kita berupaya keluar dari tuntutan ekspektasi sosial dan berupaya membebaskan diri menjadi subjek tanpa memperlakukan orang lain sebagai objek. Tentu kita tidak ingin penindasan, kekerasan, alienasi, pemiskinan, dan jebakan yang sama terjadi pada anak-anak kita. Seolah hal ini adalah siklus realitas sosial yang tak dapat diputus. 

Saatnya kita mengambil bagian untuk berupaya mengubah cara pengasuhan terhadap anak sembari terus berbenah diri. Sebab, sangat penting untuk mengajarkan kepada anak perempuan bukan untuk mendapatkan laki-laki yang mapan, gagah, untuk menjamin kebutuhannya secara materiil dan melindunginya dari dari bahaya. Melainkan, bahwa ia bisa menjadi mandiri dan mampu melindungi dirinya sendiri, punya suami ataupun tidak. 

Begitupun sebaliknya, penting untuk mengajarkan anak laki-laki menampilkan emosi atau perasaan serta menunjukkan empati dan kepedulian. Agar kelak ia tidak terjebak dalam “krisis kejantanan” akibat selalu dituntut untuk menjadi jagoan. Dalam buku Ester Lianawati yang berjudul “Akhir Pejantanan Dunia”, pengasuhan adil gender tidak akan membuat seks ataupun identitas gender anak hilang dan berubah. Yang penting untuk diubah bukanlah jenis kelamin yang sudah terberi yang bersifat kodrati atau pun sentimen akan keperempuanan dan kelelakiannya, apalagi orientasi seksualnya. Yang ingin dihindari adalah konstruksi kejantanan yang dampaknya merugikan dan membahayakan. 

Namun, sebelum lebih jauh untuk memulai pengasuhan yang memiliki keberpihakan kepada nilai-nilai adil gender, penting untuk terlebih dahulu membebaskan diri dari pelabelan gender. Pelabelan gender ini melekat kuat sebab melibatkan pemrosesan informasi yang bersifat mikro, amat kecil sampai tak kasat mata dan tak disadari. Ia jadi bagian dari imaginer collective, yang berarti semua orang secara umum berbagi pelabelan yang sama. 

Untuk itu, memeriksa diri sendiri secara berulang perlu untuk dilakukan. Mungkin kita melibatkan lebih banyak aktivitas bersih-bersih rumah dan masak-memasak pada anak perempuan bukan karena ia benar-benar menyukainya, tetapi karena sebagai orang tua masih berpikir bahwa anak perempuan tidak seharusnya melakukan aktivitas yang terlalu berat, banyak gerak, dan menimbulkan kebisingan. 

Oleh sebab itu, penting untuk terus berdialog dengan diri sendiri dengan matang sebelum melakukan pengasuhan adil gender pada anak. Diolah dari buku Ester Lianawati “Akhir Pejantanan Dunia”, berikut 6 prinsip yang dapat dijadikan panduan sederhana dalam mengupayakan pengasuhan adil gender: 

  1. Dunia tidak dikotomis

Pada dasarnya, tidak ada otak laki-laki dan otak perempuan, tidak ada benda-benda laki-laki dan benda-benda perempuan. 

Dimulai dengan memperkenalkan kepada anak arti keragaman, bahwa ada anak-anak yang berbeda darinya, bahwa berbeda bukan berarti lebih rendah. 

Sebab setiap karakter dan kesukaan anak adalah keunikan tersendiri, kita hanya perlu berbicara dengan anak untuk melatih karakter dan kesukaannya. 

Agar anak paham bahwa bakat, minat, kemampuan, dan pencapaian seseorang tidak bergantung pada jenis kelamin, usia, identitas gender, orientasi seksual, ras, budaya ataupun suku bangsa. 

2. Prinsip musyawarah

Tidak mencoba mengurangi, tidak juga menambahkan. Tujuannya adalah memperkaya dunia anak dan melatihnya untuk mampu mengambil keputusan secara mandiri. 

Anak dapat dikenalkan dengan segala bentuk permainan yang menstimulasi secara kognitif, psikologis dan sosial. Setiap anak perempuan dan laki-laki boleh bermain masak-masakan, boneka, mobil-mobilan, dan sebagainya. 

Tawarkan beragam permainan kepada anak apapun jenis kelaminnya. Semua ini dimaksudkan sebagai upaya membuka ruang penawaran dan mendorong anak, bukan memaksakan. 

3. Izinkan anak untuk berkoneksi (kembali) dengan emosinya

Izinkan anak perempuan maupun laki-laki untuk menuangkan beragam emosinya termasuk menangis. 

Daripada mengatakan, 

“Sudah, ayo jangan nangis” 

“Sudah, ayo berhenti menangis”

Mulailah berkata,

“Ayah dan Ibu ada di sini untukmu”, 

“Kalau mau bercerita, Ayah dan Ibu siap mendengarkan” 

“Ada yang bisa Ibu dan Ayah lakukan untuk kamu?”

Tambahkan pelukan dan kelembutan yang menghangatkan jiwa. Katakan dan tunjukkan kasih sayang pada anak. Penting bagi anak mengetahui bahwa ia dicintai.

4. Menunjukan empati, bukan mendominasi

Tanamkan bahwa empati adalah nilai kemanusian yang tidak memiliki jenis kelamin. Jika anak telah terkoneksi kembali dengan emosinya, perlahan ia memiliki kemampuan berempati. 

Upayakan untuk terlebih dahulu memberikan validasi terhadap segala emosi; bahagia, sedih, kecewa, marah—baik yang dialami oleh perempuan maupun laki-laki. Hal ini akan membantu anak terkoneksi dengan emosi yang dialaminya.

5. Mengembangkan harga diri anak

Orang tua perlu peka dengan potensi anak, bakat, minat, kelebihan, dan kekurangannya. 

Kecerdasan sejatinya tidak hanya dilihat dari faktor skor IQ, yang selama ini dijadikan rujukan standar kecerdasan seorang anak. Mulailah fokus pada apa yang dimiliki dan ditampilkan oleh anak. Ekspresikan penghargaan kepada tiap pencapaian yang didapat oleh anak. 

Cintailah anak sebagaimana ia adanya, bukan karena ia melakukan hal yang sesuai dengan keinginan kita, agar ia juga bisa mengelola dirinya dengan menerima dan mencintai dirinya.

6. Mengenal tubuh, memiliki tubuh, menghargai tubuh, dan mulai ajarkan consent (konsep persetujuan dalam melakukan suatu hal apapun)

Ajarkan pada anak untuk mengenal tubuhnya dengan menyebutkan nama organ tanpa dibuatkan nama lain, termasuk alat kelamin; penis dan vagina. Tidak ada yang memalukan, inilah organ tubuh yang kita miliki. 

Ajarkan pada anak bahwa tubuhnya berharga dan perlu ia jaga dari segala hal membahayakan—tidak ada yang boleh melukainya.

Ajarkan pada anak bahwa ia tidak wajib menerima dan memberi pelukan maupun ciuman jika memang tidak menginginkannya, terlebih jika tidak merasa nyaman dengan hal itu. Hal ini bisa dilakukan dengan menyanyikan lagu “Ku Jaga Diriku”. 

 

Menjadi orang tua adalah pelajaran seumur hidup, mencoba untuk memberikan ruang kebebasan untuk anak berkekspresi, menemukan minatnya , mengemukakan pendapatnya. Hal ini diupayakan sembari orang tua mengenali hak-hak anak. Yuk bekali diri untuk menjadi orang tua yang dapat menjadi teladan bagi terwujudnya kesetaraan gender di lingkup keluarga.

Read 6417 times Last modified on Friday, 28 July 2023 22:30
46728850
Today
This Week
This Month
Last Month
All
543
75979
237217
343878
46728850