Menjaga Keamanan Perempuan Pembela HAM (WHRD) Featured

Written by  Tiara Chaerani Tuesday, 03 January 2023 12:44

WHRD dan Ancaman Keamanan 

WHRD salah satu kelompok pejuang HAM yang sangat rentan mengalami kekerasan dan kriminalisasi selama melakukan tugasnya. Pada tahun 2019, terdapat 5 kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami oleh WHRD. Pada tahun 2020, kasus serupa meningkat menjadi 36 kasus. Komnas Perempuan mencatat, sepanjang 2015 hingga 2021 terdapat 87 kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami oleh WHRD. 

Kekerasan yang dialami oleh WHRD dapat berupa ancaman dan kekerasan fisik, kekerasan dan intimidasi psikologis, pembunuhan karakter, penjeratan hukum oleh pelaku maupun aparat penegak hukum (kriminalisasi), diskriminasi, upaya pembungkaman, serta penghancuran sumber penghidupan. 

Secara internasional, kesadaran tentang pentingnya pengakuan atas keberadaan perempuan pembela HAM mulai terjadi ketika ada peristiwa meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva, dan Maria Teresa) tahun 1960 yang dilakukan kaki tangan penguasa diktator Republik Dominika, Rafael Trujillo. Tragedi meninggalnya Mirabal bersaudara menjadi penanda pentingnya perjuangan hak-hak perempuan, terutama dengan diakuinya kekerasan berbasis gender. Para pembela HAM ini kemudian diakui keberadaan dan perjuangannya dan harus mendapatkan perlindungan dalam Deklarasi pembela hak asasi manusia sendiri pada tahun 1984 dan disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1998 – 29 November yang dikenal sebagai Hari Pembela Hak-hak Asasi Manusia.

Di Indonesia, perjuangan para perempuan pembela HAM/ WHRD sudah dilakukan sejak masa Indonesia belum merdeka. Para pembela HAM ini kemudian berjuang dengan melakukan pembelaan berbasis gender yang bekerja untuk isu perempuan dan minoritas, pembelaan HAM secara umum seperti kasus lingkungan, masyarakat adat, minoritas gender, keberagaman, dll.

Beberpa hal yang memungkinkan terjadinya ancaman pada perempuan pembela HAM. Kerentanan ini semakin berisiko dialami oleh WHRD perempuan, seperti: 

  1. Teror atau intimidasi bernuansa seksual 
  2. Serangan yang menyasar peran ganda perempuan sebagai ibu atau istri pembela HAM 
  3. Pembunuhan karakter yang merujuk pada stereotype sosok perempuan yang ideal dan perempuan tak bermoral 
  4. Pengikisan kredibilitas atas dasar status perkawinan 
  5. Penolakan atas dasar moralitas, agama, budaya, adat, dan nama baik keluarga 
  6. Diskriminasi berbasis gender 
  7. Eksploitasi dan politisasi identitas perempuan 

 Menciptakan ruang aman untuk WHRD

Ruang aman bagi WHRD dapat diciptakan dengan memperhatikan:

  1. Keamanan Hukum :  upaya pembentukan dan implementasi sistem hukum yang menjamin keamanan WHRD dalam menjalankan tugasnya. 
  2. Keamanan Digital : upaya melindungi WHRD dalam ranah digital seperti penyadapan, hacking akun, dan kejahatan digital yang berisiko pada keamanan WHRD selama melakukan tugasnya. 
  3. Keamanan Psikososial :  upaya penjaminan keamanan WHRD dalam relasi sosial dengan upaya meningkatkan kemampuan dalam menangani dampak psikososial, seperti kemampuan untuk mengelola tekanan dan rasa takut, serta kemampuan untuk keluar dari rasa pesimis dan trauma. 

Salah satu upaya penciptaan ruang aman bagi korban kejahatan HAM adalah dengan menciptakan ruang aman bagi para pekerja HAM. Diantaranya melalui keamanan hukum, digital, dan psikososial.

 

Sumber : Webinar WHRD Rifka Annisa. Dalam Peringatan 16 HAKTP. 2022

Read 7204 times Last modified on Friday, 28 July 2023 22:36
46344922
Today
This Week
This Month
Last Month
All
9270
18730
197167
306641
46344922