Hingga saat ini sikap masyarakat terhadap perilaku incest (inses) sudah cukup tegas, yakni tidak ada pembenaran sedikit pun bagi para pelaku perbuatan biadab tersebut. Apalagi saat korban inses masih berusia kanak-kanak, membayangkan betapa beratnya kehidupan yang akan dijalani oleh korban nantinya. Dibutuhkan perhatian penuh dan berkesinambungan yang patut dikerahkan kepada sang korban.
Bagaimana inses dapat terjadi?
Berdasarkan Data Komnas Perempuan tahun 2022 kekerasan privat selalu menjadi kekerasan yang memiliki angka yang paling tinggi. Selain KDRT, inses menjadi salah satu jenis kekerasan yang memiliki angka yang cukup tinggi, menurut catatan tahunan komnas perempuan tahun 2022 angka inses mencapai 433 kasus dalam setahun, dan dari data Catahu 2022, yang paling banyak melakukan inses adalah ayah kandung. Menurut Komnas Perempuan Inses secara umum didefinisikan sebagai hubungan seksual antara orang-orang yang memiliki hubungan darah atau hubungan bersaudara dekat yang dianggap melanggar norma adat, hukum dan agama. Definisi tersebut mencakup tiga ruang lingkup; (a) parental inses, yaitu hubungan seksual antara orang tua dan anak, misalkan ayah dengan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki; (b) sibling inses, yaitu hubungan antara saudara kandung, dan; (c) family inses, yaitu hubungan seksual yang dilakukan oleh kerabat dekat, di mana orang-orang tersebut mempunyai kekuasaan atas anak dan masih mempunyai hubungan sedarah, baik garis keturunan lurus ke bawah, ke atas maupun ke samping, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, keponakan, sepupu, saudara kakek-nenek. Jika hal itu terjadi antara dua orang yang bertalian darah itulah yang dinamakan inses, dan kasus inses yang kebanyakan diketahui dan terungkap di masyarakat umumnya karena terjadi perkosaan, penipuan, penganiayaan. Seperti ayah kandung yang memperkosa putrinya atau paman yang memperkosa keponakannya, dan lain-lain.
Kasus Inses biasanya, pelaku melakukan aksinya di rumah. Rumah ini dipilih karena dianggap ruang yang privat dan aman bagi pelaku, karena dalam rumah tersebut seorang ayah menjadi kepala keluarga sehingga berhak untuk mengontrol kondisi rumah. sehingga kasus Inses sering terjadi di Rumah.Menurut Siti Darmawati salah satu konselor psikologis Rifka Annisa “Korban perkosaan inses lebih memiliki tekanan psikis dan bahkan lebih memiliki niat untuk menggugurkan janinnya apabila jika mengalami kehamilan. Korban mengalami kehamilan yang tidak diinginkan akibat perilaku jahat orang terdekatnya. Orang yang seharusnya melindungi dan menyayangi korban justru menjadi orang yang mengerikan untuk korban.” Oleh karena itu seringkali pelaporan kasus inses cenderung beberapa tahun setelah berlangsungnya kekerasan. hal ini disebabkan pola relasi kuasa membuat korban sulit untuk bercerita. Biasanya yang akan melaporkan adalah orang lain anggota keluarga yang memberikan support terhadap korban, untuk kasus inses korban sangat jarang melaporkan kasus nya sendiri.
Mengapa inses dapat terjadi?
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya inses. Akar terjadinya inses antara lain: karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi-situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Apabila pelaku laki-laki, dominasi maskulinitas yang cenderung memiliki kuasa atas rumah tangga sehingga dianggap dan menganggap diri sendiri lebih berkuasa. Dalam ketidak berdayaannya tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitive, yakni dorongan seksual ataupun agresifitas.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya inses diantaranya :
a. Konflik Budaya dengan adanya kemajuan teknologi.
Perubahan sosial terjadi begitu cepatnya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, HCD, HP ,koran, dan majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu, masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Sehingga hal ini menjadi pendorong imajinasi seksual bagi pelaku.
b.Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi.
Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Salah satu delik yang berhubungan karena pelakunya memiliki pendidikan formal yang rendah adalah tindak pidana kesusilaan terutama inses. Karena memiliki tingkat pendidikan yang rendah para pelaku tidak berpikir bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut dapat merusak keluarga dari pelaku tersebut dan watak anak yang menjadi korban. Karena pendidikan yang rendah maka berhubungan dengan taraf ekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma hukum.
c.Faktor Lingkungan atau Tempat Tinggal.
Kejahatan asusila merupakan tindak manusia terhadap manusia lainnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu manusia adalah anggota dari masyarakat, maka kejahatan asusila tidak dapat dipisahkan dari masyarakat setempat. Lingkungan sosial tempat hidup seseorang banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan.
Dampak terjadinya inses
Dampak pelecehan seksual anak, seperti pemerkosaan inses, umumnnya akan dibawa korban sampai kehidupan dewasa mereka. Dampak psikologis yang terjadi pada anak korban pemerkosaan inses seperti yang tergambar pada studi yang dilakukan Krayeret mengungkapkan bahwa di tahun-tahun pasca-trauma, korban menggambarkan pengalaman mereka kacau dan sulit. Hanya ketika peristiwa tertentu atau titik balik terjadi, dengan bantuan dukungan sosial dan koneksi interpersonal, maka korban yang beruntung akan bisa mendorong dirinya sendiri untuk mengevaluasi kehidupan mereka dan merealisasi kemungkinan perubahan. Pelecehan seksual anak, termasuk pemerkosaan inses, mengakibatkan diagnosis depresi jangka panjang bagi korban. Menurut Finkelhor dan Browne menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual/ inses, yaitu:
1. Betrayal (penghianatan). Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual/inses. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual). perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
3. Powerlessness (merasa tidak berdaya). Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya.
4. Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami.
Bagaimana upaya pencegahan inses ?
Inses adalah kejahatan yang terencana, inses adalah kekerasan seksual yang dilakukan diruang privat yang pelakunya adalah orang terdekat korban. Ada beberapa hal yang dapat diupayakan untuk mencegah terjadinya kasus inses diantaranya :
- Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan, hal ini untuk menghindari ketertarikan seksual satu sama lain.
- Mengetuk pintu terlebih dahulu ketika ingin masuk ke kamar orang tua maupun anak.
- Ajarkan anak dengan jelas bahwa alat kelamin mereka adalah milik mereka sendiri, dan tidak boleh disentuh orang lain termasuk anggota keluarga.
- Memperkuat rasa empati,mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif
- Mengajarkan kesehatan reproduksi kepada anak sejak dini
Pada akhirnya inses menjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat, di mana korban mengalami ketidakberdayaan karena harus berhadapan dengan ayah atau keluarga sendiri, kekhawatiran menyebabkan perpecahan perkawinan/konflik sehingga umumnya baru diketahui setelah inses berlangsung lama atau terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki serta kehilangan hak tumbuh kembang sebagai anak dan hak-hak dasar lainnya. Hambatan dalam mengakses keadilan dan pemulihan juga terjadi saat korban tidak mendapat dukungan dari keluarga yang mendorong korban meninggalkan rumah dan kehilangan hak hak atas pendidikan dan perlindungan dari keluarga. Terlebih juga korban yang kehilangan hak dasarnya ketika tidak memiliki dokumen kependudukan.
Sumber :
- Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022
- Murdiyanto dan Gutomo, Tri. (2019). Penyebab, Dampak, dan Pencegahan Inses. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Kementerian Sosial RI.
- Dwi Hapsari Retnaningrum, 2009, “inses Sebagai Bentuk Manifestasi Kekerasan Terhadap Perempuan”, Jurnal Hukum Pandecta Fakultas Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 9 No. 1
- Gonzalez, C. (2017). Proses dari pelecehan seksual anak pulih saat dewasa dari pendekatan integratif terapi solusi yang berfokus: studi kasus. Jurnal Pelecehan Seksual Anak.
- Yulaika Ramadhani. (2017). Seluk Beluk Kejahtan Seksual Insest.Rubrik Hukum Tirto.id