Print this page

Diduakan Suami

Written by  Rabu, 27 Maret 2019 13:42
Rate this item
(0 votes)

Halo Rifka Annisa,

Nama saya AP (42). Saya mempunyai seorang suami, S (50). Kami memiliki dua anak yang masing-masing sudah beranjak dewasa. Sebelumnya kami lama tinggal di Sumatera. Sejak menikah hingga sekarang, saya sangat sayang dengan suami saya. Terlebih ia masih termasuk keturunan bangsawan. Selain itu ia juga memiliki pekerjaan di salah satu perusahaan swasta terkemuka di Indonesia. Hal-hal tersebut membuat saya begitu bangga dan mencintai suami saya.

Meskipun ia jarang bisa berada di rumah untuk berkumpul bersama keluarga dan hanya hanya pulang saat weekend tiba, tapi itu tidak mengurangi rasa sayang saya kepadanya. Bahkan tiap akhir pekan saat dia pulang dan berada di rumah, saya benar-benar menutup diri dari dunia luar. Saya melarang semua teman-teman bertamu ke rumah. Itu saya lakukan demi bisa memberikan waktu saya utuh kepadanya. Pokoknya segala aktivitas dan perilaku saya selalu atas seizinnya terlebih dahulu. Potongan rambut, model pakaian, sampai berat badan, saya menyesuaikan keinginan dia. Juga ketika saya memutuskan untuk mengenakan jilbab, tapi tidak diperbolehkan olehnya karena dia menganggapnya kampungan, saya pun mengurungkan niat saya itu dan tidak jadi berjilbab. Semua itu merupakan bentuk pengabdian saya sebagai istri kepadanya.

Hingga pada suatu hari, tibalah saat anak-anak saya menjadi semakin dewasa. Kami pun memutuskan untuk mengirimkan mereka sekolah di pulau Jawa. Saya memutuskan ikut mendampingi putra-putri saya bersekolah di Jawa, meninggalkan suami saya untuk sementara waktu. Tapi keputusan itu ternyata menjadi bumerang buat saya. Kala kembali dari Jawa, saya mendapati suami saya telah mempunyai istri muda. Ia ternyata menikah lagi dengan seorang perempuan, yang bahkan seumuran dengan anak pertama kami.

Melihat hal itu tentu saja hati saya menjadi hancur. Selama ini saya begitu mengabdi kepada suami saya. Saya memberikan seluruh hidup saya sepenuhnya hanya kepada suami saya. Tapi dia mengkhianati saya sedemikian rupa. Saya pun turut memikirkan hati anak-anak saya, yang mengetahui perbuatan ayahnya menikah lagi dengan perempuan lain, yang seumuran dengan mereka.

Maka dalam kesempatan ini, saya ingin bertanya kepada Rifka Annisa, apa yang sebaiknya saya lakukan sekarang. Saya tentu masih sangat mencintai suami saya. Akan tetapi mengingat tindakannya menikah lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda, hati saya menjadi begitu tersakiti. Bagaimana cara agar saya bisa bertahan, sekaligus membesarkan hati anak-anak saya. Terima kasih atas saran yang diberikan kepada saya.

 

Jawab

Salam Ibu AP, terimakasih atas kesediaan Ibu berbagi dengan kami. Mendengar penuturan Ibu kami merasa turut prihatin atas peristiwa yang Ibu alami. Namun demikian, Ibu AP pasti dapat menempuh dan melalui cobaan ini.

Bagi Ibu, ini adalah momen yang tepat untuk merefleksikan kembali perjalanan pernikahan yang sudah Ibu tempuh selama ini. Termasuk mengingat kembali tujuan bersama pada awal pernikahan dulu. Apakah Ibu dan suami pernah berkomitmen untuk membangun pernikahan atas dasar kesepakatan-kesepakatan bersama? Atau hal tersebut tidak pernah dibicarakan sama sekali? Sekedar pemenuhan kebutuhan dasar, dengan pembagian peran yang terjadi begitu saja?

Termasuk juga kehidupan sosial Ibu. Setelah memiliki status menikah dengan suami yang berkedudukan sedemikian rupa, kehidupan Ibu menjadi lebih berkualitas, lebih produktif, lebih bermakna, atau malah sebaliknya? Apakah yang terjadi selama ini merupakan hasil kompromi antara keinginan Ibu dan suami, atau ada pihak yang dimenangkan dan dikalahkan?

Dengan mengalami kasus ini, Ibu dapat merenungkan ulang, apakah iktikad baik Ibu selama ini disambut dengan iktikad baik serupa dari suami? Apakah dengan tiba-tiba menikah lagi tanpa mempertimbangkan keridhoan dari Ibu dan anak-anak merupakan wujud iktikad baik? Jika tujuan pernikahan atau hubungan adalah untuk membina keluarga yang bahagia dan sejahtera lahir batin, maka saling meridhoi dan menjaga komitmen adalah landasan utama dari suatu hubungan. Sehingga perlu pula ada saling menjalankan peran dan tanggung jawab secara setara, sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah.

Dalam menjalankan peran dan tanggung jawab dapat berlaku fleksibel, sesuai situasi dan kondisi. Misalnya peran mendidik anak, bukan hanya tanggung jawab Ibu semata, tapi juga tanggung jawab suami. Sehingga dalam keputusan menyekolahkan anak di Jawa itu, suami juga mengambil bagian ikut bertanggungjawab dalam segala hal selain dari segi pembiayaan.

Selain peran dan tanggung jawab, Ibu dan suami juga memiliki hak yang setara. Ibu juga memiliki hak untuk menentukan segala sesuatu seperti apa yang Ibu kehendaki selama keinginan itu ada dasarnya. Seperti halnya keputusan mengenakan jilbab, itu sepenuhnya adalah hak Ibu. Ketika suami melarang apalagi dengan argumentasi yang menurut Ibu kurang berdasar, Ibu punya hak untuk mengutarakan pendapat dan menentukan sikap. Dengan adanya kesepakatan dalam berbagi peran dan tanggung jawab serta menyadari dan menghargai hak masing-masing, hubungan akan berjalan harmonis dan saling bersinergi.

Nilai ketulusan dan pengabdian Ibu yang penuh keikhlasan itu sungguh sangat bagus. Namun, pada kenyataannya, niat baik Ibu ini dimanfaatkan untuk kepentingan pihak lain. Dalam pernikahan, Ibu sedang memilih untuk menjalani hubungan dengan seseorang dan berharap hubungan ini akan terjalin selamanya. Karenanya, untuk memelihara hal tersebut, ada hal-hal yang perlu dipikirkan dengan rasio dan akal sehat, dengan mengesampingkan sejenak masalah perasaan.

Mungkin perlu mulai sekarang Ibu pikirkan untuk membangun kemandirian, khususnya secara finansial. Kemandirian akan membuat Ibu memandang masalah secara lebih rasional dan percaya diri. Nilai ketulusan dan pengabdian yang sudah Ibu miliki ada baiknya tetap dijaga, namun dialihkan, bukan pada individu suami, namun lebih pada kehidupan dan kemanusiaan secara luas.

Pada akhirnya segala keputusan kembali kepada Ibu. Yang terpenting Ibu memahami betul konsekuensi dari segala keputusan yang akan Ibu ambil. Menjadi pemimpin bagi diri sendiri, bersikap arif dan tegas. Senantiasa memohon petunjuk Tuhan dan dukungan dari keluarga. Semoga Ibu segera mendapatkan kelapangan atas masalah yang sedang dihadapi.

Read 8048 times