Print this page

Ganti-ganti Pasangan Karena Dendam

Written by  Jumat, 22 Jun 2018 14:04
Rate this item
(0 votes)

Setiap perempuan yang menjadi korban kekerasan tidak selalu sama dalam merespons kekerasan yang dialami.

Adakalanya kekerasan menjadikan perempuan terpuruk dan menderita, namun adakalanya menjadikan perempuan memilih cara lain, seperti melampiaskan dendam kepada laki-laki dengan cara menggauli setiap laki-laki yang dia sukai untuk kemudian meninggalkannya. Namun, semuanya tetap menjadikan perempuan menderita, seperti penuturan De di bawah ini.

"SAYA seorang perempuan dengan usia seperempat abad lebih, bekerja sebagai karyawan swasta dan berstatus lajang. Saya sadar saya termasuk perempuan dengan penampilan menarik, supel, dalam pekerjaan pun karier saya mantap. Oleh karena itu, teman saya banyak, terutama laki-laki. Bahkan, saya berpacaran dengan mereka. Rifka, saya juga seorang "pelacur". Setidaknya begitulah yang pernah dikatakan seorang perempuan yang suaminya berselingkuh dengan saya. Kalau dipikir-pikir, mungkin benar juga, mengingat entah sudah berapa laki-laki yang pernah tidur dengan saya. Hanya bedanya, saya tidak minta dibayar, tetapi karena dilakukan suka sama suka. Dulu, sama sekali saya tidak punya pikiran akan menjadi seperti ini. Awalnya, beberapa tahun lalu saya berpacaran dengan seorang laki-laki yang begitu saya cintai sehingga saya rela menyerahkan segalanya. Ternyata laki-laki itu mengkhianati saya. Dia meninggalkan saya dan berpacaran dengan perempuan lain. Rasanya begitu menyakitkan sehingga membuat saya ingin sekali membalas apa yang telah dia lakukan terhadap saya. Sejak itu saya mudah berhubungan dengan laki-laki mana pun yang saya sukai dan sebentar kemudian saya tinggalkan untuk beralih pada yang lain. Saya tidak peduli apakah mereka akan patah hati atau sakit hati. Salah satu di antara laki-laki itu ternyata benar-benar mencintai saya, bahkan ingin menikah. Ketika saya ceritakan siapa saya sebenarnya dan bagaimana kelakuan saya, dia mau menerima asal saya mau berubah. Bahkan, saat ini kami sedang merencanakan pernikahan. Masalahnya, saat ini saya juga berhubungan dengan seorang laki-laki yang sudah beristri. Dengan dia (sebut saja X), saya memiliki pengalaman yang betul-betul berbeda. Hanya dengan dia saya benar-benar mendapatkan kepuasan saat berhubungan badan. Entah, mungkin karena dia sudah lama berumah tangga sehingga lebih berpengalaman. Saya merasa jatuh cinta kepadanya. Sehari saja tidak bertemu, rasanya saya gelisah terus. Tetapi, sejak istrinya mengetahui hubungan kami, X mulai menghindar sehingga membuat saya sering uring-uringan. Dia bahkan menginginkan untuk putus hubungan, padahal dulu dia mengatakan akan bercerai dari istrinya karena perkawinannya bermasalah. Terus terang saya marah melihat sikapnya yang begitu pengecut. Pada awalnya saya hanya ingin berhubungan tanpa komitmen dengan X. Tetapi, karena saya akhirnya benar-benar jatuh cinta, terus terang saya menjadi punya harapan untuk dapat hidup bersama X. Rifka, saya betul-betul bingung, marah, tidak tahu mesti bagaimana. Tolong kasih saya masukan. Perlu Rifka ketahui, saya menyadari apa yang saya lakukan selama ini adalah salah. Dalam hati kecil saya sebenarnya ingin berubah, tetapi saya bingung dan tidak yakin dengan diri sendiri. Terima kasih sebelumnya." (De di Kota J)

Jawab:

Ketika kami menulis di rubrik ini pada edisi Agustus 2003, ada salah satu tanggapan melalui surat elektronik dari seorang pembaca laki-laki yang secara terus terang membeberkan pengalamannya berhubungan bebas dengan beberapa perempuan dalam kurun waktu tertentu di luar perkawinannya. Tetapi, pada akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan "petualangannya" karena tersentuh oleh kebaikan sang istri yang mau memaafkan dan menerimanya kembali. Selanjutnya, laki-laki itu justru menjadi "konselor" bagi rekan-rekannya yang masih terjebak pada masalah serupa untuk dapat keluar dari masalah tersebut.

Kasus Anda dapat dikatakan serupa, tetapi tidak sama dengan apa yang dialami laki-laki tersebut. Dia mengawalinya untuk mendapat kesenangan, tetapi Anda mengawali karena semangat balas dendam (yang mungkin tidak Anda sadari). Meskipun begitu, hati kita akan bertanya, sesungguhnya apakah mantan pacar yang telah membuat Anda sakit itu merasakan pembalasan Anda? Atau, adakah hubungan antara mantan pacar yang berkhianat itu dan para laki-laki yang berhubungan dengan Anda selama ini? Tentu Anda tahu jawabannya bukan?

Saudari De, apa yang terjadi pada Anda merupakan salah satu contoh dinamika psikologis dari perempuan korban kekerasan, mengingat Anda menyadari perubahan perilaku Anda terjadi setelah pacar Anda mengkhianati Anda. Dalam kasus Anda, kami menggolongkan sebagai kekerasan dalam pacaran.

Sekilas banyak orang sulit menerima apa yang dilakukan pacar Anda sebagai bentuk kekerasan, tetapi bila melihat pola hubungan pacaran yang menempatkan laki-laki sebagai subyek dan pasangan perempuan sebagai obyek, maka akan tampak bahwa sering kali pasangan perempuan tidak memiliki pilihan, kecuali menuruti keinginan pasangan laki-laki, entah karena bujuk rayu atau janji menikahi. Bujuk rayu dan janji-janji adalah manifestasi dari pemaksaan (psikis) dan pemaksaan adalah salah satu bentuk kekerasan.

Kasus Anda dapat dijadikan cermin bagi Anda sendiri maupun perempuan lain yang memiliki kasus serupa, juga pembaca pada umumnya. Bahwa kekerasan terhadap perempuan selain menimbulkan dampak bagi perempuan itu sendiri juga sangat mungkin berimbas kepada orang lain.

Saudari De, bila kita tengok ke belakang, cara Anda beradaptasi dengan kekecewaan yang mendalam itu adalah dengan menggeneralisasi subyek penyebab masalah. Maksudnya, Anda telah dikhianati laki-laki, maka kemudian Anda memperlakukan semua laki-laki secara tidak baik.

Anda, sebagai perempuan, mengambil peran bahwa Anda juga dapat berlaku sebagaimana seorang laki-laki yang dapat dengan mudah mencampakkan perempuan. Situasi ini kemudian Anda sadari belakangan bahwa ternyata semua itu tiada berujung pada penyelesaian persoalan yang membuat "hati Anda tenteram", melainkan justru semakin memperburuk hidup Anda.

Kalaupun saat ini Anda mulai menyadari dan diikuti penyesalan, itu indikasi yang bagus karena berarti Anda sudah memiliki modal untuk berubah. Nah, bagaimana mewujudkan perubahan itu, barangkali pertimbangan berikut ini dapat Anda pikirkan:

Pertama, cobalah kenali lagi diri dengan menggali kapasitas positif dan negatif Anda. Jika perlu, mintalah bantuan orang lain atau profesional untuk mendorong dan memberi pertimbangan. Dengan mengetahui potensi diri, kita akan memiliki rasa percaya diri dan berani menghadapi masa depan.

Kedua, jangan takut untuk "membongkar" kebiasaan Anda selama ini. Kemungkinan Anda akan mengalami gejolak emosi seperti ragu dan takut karena keluar dari kebiasaan membuat seseorang tidak nyaman. Tetapi, yakinilah bahwa situasi ini akan membawa Anda pada situasi baru yang lebih baik.

Coba Anda pertimbangkan seperti apa dampak psikologis, sosial, hukum, juga kesehatan (reproduksi) bagi diri Anda sendiri jika kebiasaan tersebut tetap dipertahankan. Anda juga dapat mengkajinya secara spiritual, apa sesungguhnya yang Anda cari dalam hidup ini.

Ketiga, coba gunakan kontak sosial Anda untuk membangun komunikasi baru yang dapat mendukung perubahan Anda. Putuskan hubungan dengan komunitas atau pribadi-pribadi yang memungkinkan Anda tetap berada dalam gaya hidup seperti yang sekarang ini. Fokuskanlah saat ini guna menerapi diri sendiri untuk menjadi sosok yang baru, yang konstruktif dan produktif.

Keempat, ketika Anda sudah mulai menjadi "orang baru", Anda dapat mengenali berbagai peran dan tingkah laku yang baru serta menghayatinya. Pada tahap ini, Anda akan merasakan sensasi baru tentang bagaimana menjadi pribadi yang lebih konstruktif dan produktif dari sebelumnya, sebagaimana yang Anda inginkan. Tidak ada lagi kecemasan serta kemarahan yang membelenggu seperti yang sudah-sudah sehingga Anda dapat menikmati hidup dengan lebih nyaman dan tenteram.

Nah, Mbak De, ingatlah bahwa yang Anda butuhkan adalah semangat dan keberanian untuk berubah. Kami yakin Anda mampu! Selamat menjalani proses untuk menjadi sosok baru.

 

Kompas, 16 Februari 2004

Read 10086 times Last modified on Jumat, 22 Jun 2018 14:16