Bagaimana pengalaman kalian saat pertama kali menstruasi? Kepada siapa kalian bercerita? Informasi apa yang kalian dapatkan pertama kali? Pastinya perempuan memiliki pengalaman pertama menstruasi yang berbeda-beda. Separuh penduduk dunia adalah perempuan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebagian besar populasi mengalami menstruasi.
Lantas, kenapa isu perawatan menstruasi masih tabu? Mengapa orang-orang masih merasa canggung dan malu dengan menstruasi mereka dan merasa bahwa hal itu harus disembunyikan dan tidak pernah disebutkan? Situasi ini biasanya disebut period poverty atau kemiskinan dalam menstruasi.
Apa itu Period Poverty?
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi tidak mempunyai cukup akses dan finansial untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, air, pakaian, serta tempat tinggal. Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, sakit dan tidak dapat berobat ke dokter, tidak memiliki akses ke sekolah, tidak memiliki pekerjaan, ketakutan akan masa depan, dan pemenuhan kebutuhan hidup untuk hari ini dan tentu nasib esok hari. Kemiskinan mengasingkan diri dengan membatasi akses terhadap aktivitas rekreasi.
Sedangkan period poverty atau kemiskinan menstruasi didefinisikan sebagai akses yang tidak memadai ke alat dan pendidikan kebersihan menstruasi, termasuk tetapi tidak terbatas pada produk sanitasi, fasilitas mencuci, pengelolaan limbah, lingkungan yang positif dan mendukung untuk membuat keputusan yang tepat, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan, termasuk bekerja. Periode kemiskinan juga menyebabkan gangguan fisik, tantangan mental dan emosional. Belum lagi stigma yang menyelimuti menstruasi semakin mencegah individu untuk membicarakannya.
Istilah kemiskinan menstruasi relatif baru dalam literatur medis, meski manajemen kebersihan menstruasi telah dibahas selama beberapa dekade dalam konteks kesenjangan gender dalam pendidikan bagi kaum muda yang tinggal di suatu negara, khususnya negara yang memiliki penghasilan yang rendah dan menengah. Menurut laporan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization tahun 2014, 1 dari setiap 10 remaja yang sedang menstruasi bolos sekolah selama siklus menstruasi mereka karena kurangnya akses ke produk dan sumber daya menstruasi.
Di Indonesia, perempuan mengeluarkan 1,7% penghasilan bulanan mereka untuk mengendalikan menstruasi. Ini sekitar 20% lebih tinggi daripada rata-rata perempuan di negara-negara lain yang dianalisis. Dalam masa hidupnya, perempuan di Indonesia menghabiskan Rp16,9 juta untuk mengendalikan menstruasi. Kajian tahun 2018 oleh Unicef mengungkapkan 1 dari 5 sekolah tak memiliki toilet dan air bersih untuk mencuci tangan dengan sabun. Hampir satu dari tiga sekolah tak punya toilet terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan. Misalnya, pada menstruasi di negara-negara berkembang, seperti Afrika Sub-Sahara, cenderung menggunakan kertas, pakaian bekas, dedaunan, kapas, atau potongan wol dibandingkan produk menstruasi tradisional seperti pembalut atau tampon sekali pakai. Banyak sekolah di negara berkembang tidak memiliki toilet yang memadai dan sistem privasi yang tidak memadai, serta infrastruktur air, sanitasi dan kebersihan yang buruk, sehingga menyulitkan siswa untuk mengatur siklus menstruasi mereka dengan aman.
Mengapa Period Poverty Terjadi?
Terdapat beberapa hambatan yang masih menjadi penyebab terjadinya kemiskinan menstruasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik terhadap produk menstruasi, pendidikan, dan sanitasi. Salah satu diantaranya adalah Kemiskinan yang dikaitkan dengan masalah kesehatan yang lebih jauh memungkinkan seseorang mengalami depresi dan infeksi saluran kemih. Period poverty atau kemiskinan menstruasi terjadi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terhubung, di antaranya adalah:
- Kemiskinan
- Diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok rentan
- Stigma dan tabu seputar menstruasi masih kuat di masyarakat
- Minim hingga tidak ada pendidikan dan akses informasi tentang hak-hak kesehatan reproduksi
- Konversi lahan, kerusakan lingkungan dan pencemaran, yang menyebabkan perempuan kehilangan akses terhadap sumber air dan sanitasi yang layak
- Kurangnya implementasi kebijakan (ada undang-undang tetapi tidak diterapkan atau ditegakkan)
Bagaimana Dampak Period Poverty?
Period poverty pada masa tertentu dapat memengaruhi masyarakat dalam berbagai cara. Hal ini memengaruhi seseorang akan merasa malu, menyebabkan mencari informasi ke orang lain yang memungkinkan juga kepada orang yang kurang tepat, bahkan lebih jauh akan memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Lebih jauh ada beberapa hal yang menjadi dampak atas terjadinya period poverty, di antaranya adalah:
- Kesehatan Mental dan Kesejahteraan
Ketidakmampuan mengelola menstruasi dengan menggunakan produk menstruasi yang tepat dapat membuat orang merasa kesal, tertekan, tidak nyaman, malu jika nanti “tembus”. Ditambah harus menghadapi stigma tabu tentang menstruasi yang dianggap “kotor” maupun “tidak suci”. Akhirnya lingkungan yang hadir yang seharusnya suportif realitasnya masih terjadi diskriminasi. Hal ini dikarenakan adanya ketimpangan pendapatan memungkinkan terjadinya ketimpangan akses pula.
- Kesehatan Fisik
Keterbatasan terhadap akses informasi dan akses penggunaan produk menstruasi bisa membuat seseorang tidak mengetahui bahwa menstruasi membuka ruang bagi bakteri-bakteri jahat untukmasuk ke dalam vagina. Selain itu, durasi pemakaian pembalut bisa menjadi faktor terjadinya gangguan fisik. Misalnya seperti infeksi saluran kemih, kista, hingga kanker serviks.
- Pendidikan
Orang yang sedang menstruasi berkemungkinan memiliki pengalaman khas yang tidak selalu positif baik di sekolah, di taman, bahkan di rumah yang dianggap tempat paling aman. Seseorang bisa sangat khawatir dan ketakutan untuk masuk sekolah karena memiliki pengalaman menstruasi yang tidak menyenangkan, sehingga dalam jangka panjang akan berdampak pada nasib masa depan, harga diri, pengelolaan diri.
Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Mengakhiri Kemungkinan Period Poverty?
Kemiskinan menstruasi menjadi krisis kesehatan masyarakat global yang memerlukan perhatian serius dan sudah seharusnya situasi ini menjadi masalah bersama. Ada beberapa hal yang dapat ditempuh untuk mengakhiri period poverty, di antaranya:
- Mendorong kebijakan untuk mendukung pemerintah agar menyediakan infrastruktur dan akses yang memadai serta terjangkau terhadap produk menstruasi.
- Peningkatan pendidikan dan berbagi pengetahuan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah mendorong kebijakan kurikulum kesehatan reproduksi (kespro) yang komprehensif, agar kespro dapat dipelajari di sekolah, selain itu kita bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan teman yang ada di sekitar kita.
- Dunia usaha juga dapat memberikan informasi dan akses terhadap fasilitator dan produk, berkontribusi dalam menghilangkan stigma terhadap menstruasi dan mengintegrasikan pengelolaan menstruasi ke dalam kebijakan mereka.
Kemiskinan menstruasi menyebabkan tantangan fisik, mental, dan emosional. Stigma yang menyelimuti menstruasi semakin mencegah individu untuk membicarakannya. Maka, jika kamu mengetahui informasi soal kemiskinan menstruasi ini, jangan hanya menyimpannya sendiri, ya! Penting untuk memberi tahu orang di sekitar kita, bahwa menstruasi bukan hal tabu untuk dibicarakan.
Referensi:
Bar K, Martin J, Ruiz J, Parray A, Sommer M. (2022). Menstrual health is a public health and human rights issue. Lancet Public Health, 7: e10-e11.
Michel J, Mettler A, Schönenberger S, Gunz D. (2022). Periode kemiskinan: mengapa ini harus menjadi urusan semua orang. Jurnal Laporan Kesehatan Global.